Rabu, 28 Agustus 2013

HAK PILIH LUBER dan NOKEN



Ilustrasi
Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) kepala daerah,  pemilihan calon legislatif baik itu daerah, propinsi maupun pusat, bahkan pemilihan presiden dilakukan setelah masa jabatan berakhir. Atau satu periode ( 5 Tahun) berakhir, akan memilih pengganti pemangku kepentingan politik berikutnya. Entah itu, Pilkada, DPRD, DPR Provinsi maupun Pusat bahkan pemilihan presiden.

Menjelang proses kampanye sebagian calon legislatif maupun kepala daerah mengombar-gambir-kan janji-janji palsu. Berbagai program kaliber ditawarkan kepada masyarakat ketika kampanye. Tidak hanya itu, bahasa kampanye yang puitis sampai romantispun terungkap ketika para calon tersebut berada di atas podium atau mimbar. Melalui kampanye politik tersebut akan mengantar pada ranah penentuan hak pilih atau pencoblosan.

LUBER

Pelaksanaan pesta demokrasi  di Indonesia dalam hal ini proses pemilihan umum kepala daerah dan legislatif diselenggarakan sesuai dengan hak pilih suara melalui Langsung Umum Bebas dan Rahasia (Luber). Namun, kini LUBER yang merupakan win-win solution dalam pesta demokrasi seakan pudar di kalayak masyarakat Indonesia. Kenapa pudar? Karena sebagian dari hak pilih tidak berasal dari hati nurani masing-masing individu. 

Namun, hak pilih dilakukan akibat dari terjadi money politic. Pemerintah pusat dan para pemerhati sosial-politik sedang bekerja keras untuk menuntut agar proses pemilukada benar-benar dijalankan sesuai dengan amanat rakyat. Agar pelaksanaan pemilukada berjalan sesuai dengan hati nurani masyarakat. Namun, tuntutan para pemerhati seakan-akan pantul dan membias.

Proses demi proses, LUBER merupakan solusi yang paling demokratis dalam pesta pemilihan kepala daerah maupun pemilihan legislatif. Namun, para pemangku kepentingan politik sedang mendorong masyarakat untuk melupakan hak pilih dibahwa dalil LUBER.

IKAT/NOKEN

Pemilihan kepala daerah maupun legsilatif, sebelumnya kita kenal dengan hak pilih LUBER tapi Bagaimana dengan wilayah Papua? Tentunya wilayah papua semakin lupa dengan tradisi hak pilih suara yang dikenal dengan Langsung Umum Bebas dan Rahasia (LUBER). Beberapa daerah lebih memilih sistem ‘ikat’ atau sistem ‘noken’. Sistem noken dilakukan melalui musyawarah. 

Dalam musyawarah akan turut hadir semua komponen yang berkompoten di sebuah kampung atau desa. Mereka akan membicarakan, siapa perwakilan dari kampung tersebut yang sedang mencalonkan diri menjadi Kepala Daerah atau Calon legislatif. Agar dalam menyalurkan hak suara, tidak sia-sia. Artinya keterwakilan dari daerah masing-masing harus ada. Dan yang berhak untuk memperoleh suara terbanyak dari kampung tersebut adalah orang yang disepakati dalam musyawarah tersebut. Ketika masyarakat sepakati penyaluran hak suara dengan sistem noken, secara tidak langsung masyarakat sudah siapkan perwakilan dari kampung/daerah tersebut.

Minggu, 07 Juli 2013

IBU

Pulau Papua (Ist)
Ibu……
Lima puluh dua tahun, akan berlalu
Tak terasa waktu berputar

Jika kamu manusia
Ku ingin menyapamu
Agar generasiku nikmati alam raya

Ibu….
Umurmu semakin tua
Seluruh tubuhmu sedang di kuras
Apa yang kamu tinggalkan bagi anakmu.

Ibu….
Umurmu yang begitu tua
Engkau sedang di aniaya, perkosa, bahkan
Anak cucumu sedang bertahuran darah.
haruskah kami hidup begini….?
haruskah kami menderita di negeriku sendiri…..?

Oh….tidak.tidak.

Kami ingin bebas
Kami punya masa depan

Ibu….
Batin ini tak mampu bertahan lagi…
Melihat semua tragedi ini.

Satukan kami,….

Untuk M e l a w a n-Nya.

Surabaya, 08/07/2013

Kamis, 04 Juli 2013

AMNESTY DAN GRASI BAGI TAPOL BUKAN INISIATIF SBY

Pdt. Socratez Sofyan Yoman, bersama narasumber lainnya (OM)
Rencana pemberian Amnesty dan grasi terhadap 25 tahanan politik (Tapol) dari pemerintah Indonesia melalui Kementeriaan Hukum dan HAM Republik Indonesia, bukan inisiatif dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), melainkan ada tekanan dari pihak ketiga.

“Amnesty bagi tahanan politik bukan hati nurani dari seorang pemimpin bangsa, namun adanya Amnesty karena ada tekanan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),” ujar Pendeta Socratez Sofyan Yoman, disela-sela penyampaian materi dalam seminar yang diadakan oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) sekaligus perayaan HUT AMP yang ke XV, di Wisma Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Kamis (30/5) lalu. 

Menurut Yoman, meningkatnya kasus pelanggaram Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua serta banyaknya kasus serangan kelompok militan terhadap tempat ibadah dan penganut agama minoritas sehingga tekanan grasi atau amnesty tersebut di keluarkan dari pihak ketiga dalam hal ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

“Sangat tidak etis seorang kepala negara keluarkan pernyataan grasi atau amnesty berdasarkan petunjuk dari pihak ketiga,” pungkasnya dalam seminar AMP dengan tema Penentuan Nasib Sendiri Solusi Demokrastis Bagi Rakyat Papua ini.

Lanjut Socratez, sebelumnya presiden pernah mengeluarkan pernyataan bahwa di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak ada yang namanya tahanan politik (Tapol) maupun narapidana politik (Napol). “Pasti presiden kaget dengan tekanan yang datang dari pihak ketiga,”pintahnya.

Berdasarkan data yang dihimpun, Sebanyak 76 Tahanan Politik/Narapidana Politik (Tapol/Napol) di Lembaga Permasyarakatan (LP) Abepura, Jayapura, Papua, menolak rencana pemberiaan amnesty atau grasi dari pemerintah Indonesia. [Ones Madai].

Rabu, 03 Juli 2013

KANTOR FWP AKAN BUKA DI BELANDA

Ilustrasi (Ist)
Setelah sebelumnya aktivis pro-Kemerdekaan Papua Barat di Oxford, Inggris, membuka kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM), kini  Free West Papua Campaign [FWPC], kembali akan membuka kantor OPM permanen yang baru di Belanda, pada 15 Agustus 2013 mendatang. Peresmian kantor ini akan disambut dengan aksi dan doa  bangsa Papua yang ada di belahan dunia, khususnya di seluruh pelosok tanah Papua.

Seperti yang di lancir dalam situs resmi , Komite Nasional Papua Barat (KNPB), www.knpbnews.com. Rabu (3/7).

Salah satu aktivis pro-kemerdekaan bangsa Papua barat,di nederlands, Oridek Ap, mengatakan pembukaan kantor permanen OPM ini, sebelumnya sesuai dengan rencana yang sudah di tentukan.

“Dengan senang kami umumkan bahwa kantor FWPC-NL secara resmi akan dibuka secara permanen pada tanggal 15 Agustus 3013, di Hague (International City of Peace and Justice)”, tulis koordinator  Free West Papua Campaign (FWPC), melalui jejaringan sosial.

Sementara itu, Buchtar Tabuni, Ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP), menyeruhkan kepada seluruh masyarakat bangsa papua barat, untuk mendukung kantor pembukaan organisasi papua merdeka ini, dengan doa dan aksi. [Ones Madai]

Jumat, 28 Juni 2013

Brimob Guling Tikar Dari Deiyai

Ilustrasi Brigadir Mobil (google.com)
Tidak menjalankan tugas dan fungsi dari pada seorang pengayom masyarakat bahkan brimob menjadi icon kekerasan terhadap warga sipil. Sehingga, brimob yang bertuagas di kabupaten deiyai, telah guling tikar, tinggalkan kota wakeitei, kabupaten Deiyai.

Hal tersebut di sampaikan oleh salah satu pemuda asal deiyai, fery, melalui telepon genggam, jumat (27/06) Sore.

Masyarakat usir brimob dari deiyai karena mereka (brimob red) aniaya warga sipil,”Ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa, semua komponen yang ada di kabupaten deiyai, telah tanda tangan untuk mengusir Brimob. Komponen-komponen tersebut dari tokoh pemuda, perempuan, agama dan masyarakat. Bahkan, kapolres juga menandatangi surat tersebut.“Mereka (Brimob red) punya pimpinan juga sudah tandatangan,”Pungkasnya. Jadi, lanjut dia, tadi bersama bapak kapolres sudah berangkat ke Enarotali, ibukota kabupaten Paniai.

Ia memaparkan kronologisnya, brimob memukul korban tersebut tanpa alasan yang mendasar. Tidak mabuk juga. Bahkan, korban tersebut tidak biasa mabuk. Fery menceritakan, malam jumat (27/06), ketika lelaki tersebut pulang dari kios seusai belanja gula+kopi+susu, dirinya di hadang oleh sekelompok orang.

Orang-orang tersebut adalah 2 orang pemuda setempat (masih dalam proses identifikasi identitas) dan 2 orang brimob. Para pelaku tidak segang-segang, langsung keluarkan tendangan ke arah korban. Sehingga, pontianus mengalami luka berat di kepala bahkan di anggota badan lainnya. Korban tidak keluarkan pukulan ke arah lawan. Setelah itu, dia melarikan diri ke rumah, yabadimi. Setelah tiba di rumah ia sampaikan kepada rekan-rekan yang ada di rumah. Ones Madai

Rentetan Penembakan “ramaikan” Kota Wakeitei

Ilustrasi Senjata (google.com)
Lagi-lagi, Jumat (28/06), oknum Brimob mengeluarkan rentetan penembakan terhadap warga sipil di daerah Deiyai, Papua. Sejak pagi tadi, kota Deiyai sangat bersahabat dengan bunyi peluru. Situasi kota deiyai, semakin mengganaskan dengan bunyi tembakan. Masyarakat yang ada di sekitar kabupaten deiyai, tidak menjauhi dari bunyi rentetan ini. Namun, mereka semakin mendekati ke arah bunyi senjata tersebut. Semakin perlahan, masyarakat semakin banyak.

Ternyata, tanpa rencana, penginapan Brimob didatangi dan dikelilingi oleh warga setempat. Orang berbondong-bondong terus mamadatinya. Tapi, tembakan tersebut menjadi “receptionis” bagi warga Deiyai. Namun, tidak terjadi pengrusakan. Warga terus, mendatangi kantor Brimob. Brigadir mobil (brimob) yang bertugas di daerah deiyai, melakukan tindakan kekerasan terhadap seorang warga sipil. Pontianus Madai, nama korbannya. Pontianus madai tinggal di Yabadimi, tidak jahu dari pusat kota wakeitei.

Berdasarkan informasi yang saya terima, dari salah satu pemuda deiyai, fery, brimob memukul korban tersebut tanpa alasan yang mendasar. Tidak mabuk juga. Bahkan, korban tersebut tidak biasa mabuk. Fery menceritakan, malam jumat (27/06), ketika lelaki tersebut pulang dari kios seusai belanja gula+kopi+susu, dirinya di hadang oleh sekelompok orang.

Orang-orang tersebut adalah 2 orang pemuda setempat (masih dalam proses identifikasi identitas) dan 2 orang brimob. Para pelaku tidak segang-segang, langsung keluarkan tendangan ke arah korban. Sehingga, pontianus mengalami luka berat di kepala bahkan di anggota badan lainnya. Korban tidak keluarkan pukulan ke arah lawan. Setelah itu, dia melarikan diri ke rumah, yabadimi. Setelah tiba di rumah ia sampaikan kepada rekan-rekan yang ada di rumah.

Dan informasi tersebut menyebar ke seluruh masyarakat deiyai. Tanpa dikomando, secara serentak masyarakat padati jantung kota wakeitei ini. Semakin banyak masyarakat dan mereka menuntut ke kepala suku adat, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh perempuan untuk mengusir brimob dari kabupaten deiyai. Secara serentak, hitam diatas putih, segenap masyarakat deiyai, menolak dan tidak izinkan untuk selamanya, mendirikan kantor brimob di kabupaten deiyai. Hal yang sama juga, masyarakat lakukan terhadap Tim Khusus (Timsus), Yonif 753, Arga Vira tama (Arvita) waghete, beberapa tahun yang silam. Jadi, masyarakat tutup kantor brimob adalah yang kedua kali.

Hari semakin sore, cuaca kota waghetepun tidak bersahabat. Alam deiyai, terus menangis. Hujan dan badai menutupi lembah tigi ini. Seakan-akan alam ini, ikut marah terhadap tindakan represif yang di lakukan oleh brimob ini.

Sore tadi, jumat 27/06, Kapolres Paniai, sekaligus sebagai pimpinan kepolisian di daerah itu, menjemput seluruh personil Brigadir Mobil (Brimob) untuk kembali ke kabupaten Paniai. Sebelumnya, Brimob nginap  dan menjadi kantor salah satu rumah dinas milik pemerintah daerah, distrik tigi, kabupaten deiyai. 
Begitulah informasi yang saya terima dari fery melalui telepon seluler, jumat 28-06-2013. Ones Madai. 


Selasa, 18 Juni 2013

Degradasi Budaya Papua

Tarian adat suku MEE (@Ilustrasi)
Pulau papua memiliki berbagai macam adat-istiadat. Baik itu tarian adat, pakaian adat, tarian musik serta bahasa daerah yang sangat bervariasi. Selain itu, pulau yang berbentuk burung cenderawasih ini memiliki 250 suku dan bahasa. Artinya, masing-masing suku memiliki keunikan tersendiri. Ada orang gunung dan ada pula orang pantai, tapi perlu ketahui bahwa orang papua berasal dari satu ras yakni Ras Melanesia. 

Ditengah-tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), sedang terjadi pergeseran budaya. Dengan perkembangan IPTEK, budaya orang Papua semakin “kabur”. Hal itu sangat nampak ditengah-tengah kawula muda Papua. Umpanya, pada zaman orang tua, komunikasi antara sesama suku menggunakan bahasa daerahnya sangat aktif.  Namun, semakin pesatnya perkembangan dunia, lama-kelamahan “ibu” bahasa tersebut tidak terdengar lagi dikuping telinga.

Ubi, singkong, keladi dan sagu adalah sebagian kecil dari makanan pokok orang Papua. Masih adakah makanan pokok tersebut hingga sekarang? Belum tentu. Karena, sebagian orang-orang tua yang menjaga tatanan budaya, di panggil sang khalik, tidak ada orang yang terpanggil untuk menjaga kebudayaan ini. Jangankan kaum muda yang telah kontaminasi dengan budaya luar Papua.

Lebih banyak kaum muda yang tinggal kota, lebih banyak pula budaya yang semakin terlupakan. Contohnya seperti bahasa daerah. Apabila anda jumpai orang Papua, Coba anda tanyakan bahasa daerahnya. Apakah ia bisa mampu menjawab atau tidak? Apabila orang Papua tidak mampu menjawab bahasa daerah, itu artinya orang tersebut sudah lupa budayanya.  Berarti anda bisa prediksi bahwa orang tersebut tidak mempelajari budayanya. Anda anggap saja sebagian besar dari tubuhnya telah kontaminasi dengan budaya luar.

Sahabat yang baik, masih banyak lagi yang kita harus mendalami tentang Papua, lebih khususnya menyangkut budaya orang Papua. Karena budaya adalah jati diri suatu suku bangsa yang mendiami di muka bumi untuk menjunjung tinggi nilai-nilai dan makna yang terseirat dalam budaya. Budaya juga merupakan awal dari suatu proses pijakan kaki dalam meletakan nilai-nilai leluhur suku bangsa. Sehingga, hal itu menjadi suatu dokrin dalam menempuh hidup baru di tatanan lingkungan sosial.


Itu hanya sebatas gambar umum budaya yang saya tuangkan dalam tulisan, sekaligus sebagai pengantar tidur. Jadi, secara rinci tentang bahasa, pakaian adat dan makanan pokok, saya akan tuangkan beberapa hari kedepan. Namun, saya akan ulaskankan lebih banyak tentang latar belakang dari suku MEE.