Ilustrasi Banner Dialog (Ist) |
Dialog di antara Orang Asli Papua dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) atau sering di sebut dengan Dialog Jakarta-Papua
menjadi buah bibir, baik itu di kalangan kaum aktivitis pro Kemerdekaan
Bangsa Papua Barat dan elit-elit politik Indonesia. Kedua belah pihak
yang bertikai mempertahankan argumennya masing-masing. Jakarta memilih
harus dialog namun NKRI Harga Mati dan dimediasi oleh orang-orang
ternama di Indonesia. Sedangkan, Orang Asli Papua (OAP) lebih memilih
Dialog dimediasi oleh pihak ketiga yang independent dan Papua Merdeka
Harga Mati.
Dalam dialog tesebut timbul dua pilihan persepsi (pemahaman) yang
sangat bertentangan yakni NKRI Harga Mati dan Papua Merdeka Harga Mati.
Apabila kedua pemahaman tersebut tidak menemukan solusi yang konkret
maka dialog menjadi sebuah wacana yang tak kunjung selesai. Dalam
artikel yang tidak sempurna ini, saya mengajak para pembaca untuk lebih
jelih memaknai dialog secara komperehensif guna menemukan ujung
pangkalnya.
Papua Merdeka Harga Mati
Rentetan penembakan yang menewaskan warga sipil, berawal sejak tahun
1963 hingga sekarang menjadi perhatihan khusus dari aktivis pro
kemerdekaan bangsa papua barat dan lembaga-lembaga kemanusiaan yang di
indonesia maupun di tingkat internasional. Pelanggaran HAM menjadi
perhatikan serius oleh lembaga kemanusiaan tingkat internasional,
nasional dan daerah. Segala teguran dari lembaga-lembaga tersebut
berhasil di redam oleh petinggi-petinggi di Indonesia.
Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969, pelaksanaannya dibahwa garis
tekanan militer indonesia dan penuh traumatis karena PEPERA tersebut di
laksanakan dengan todongan senjata. Traumatis dan tekanan aparat
militer menjadi sejarah bagi kaum pemerhati kemanusiaan dan para pejuang
pro demokrasi untuk mengungkap segala tindakan kebrutalan di atas tanah
Papua.
Berhubung dengan segala dehumanis yang terjadi di atas tanah Papua,
kampanye kemerdekaan papua barat semakin mengebuh di belahan bumi. Bukan
saja di papua. Keberadahan orang papua di negara-negara luar pun
semakin mengoncang untuk mendukung Papua Merdeka.
Pada dasarnya, Orang Asli Papua (OAP) mengangap sebuah persoalan yang
terjadi di bumi cenderawasih belum pernah di tuntaskan. Sehingga,
jangan salah apabila Orang Papua bicara PAPUA MERDEKA adalah HARGA MATI.
NKRI Harga Mati
Pandangan NKRI menganggap bahwa PEPERA 1969 telah sah dan final.
Sehingga, anggapan dari jakarta bahwa, tak seorangpun boleh membuka akar
persolan Papua yang kerap terjadi pada tahun 60-an. Selain itu, para
petinggi di jakarta meredam berbagai kasus pelanggaran HAM dengan
program-program yang menyesatkan rakyat Papua namun nihil
implementasinya. Persoalan yang marak di ujung Timur Indonesia, menurut
pandangan NKRI adalah sebuah masalah konstruktif. Sehingga, pemerintah
Indonesia membuat berbagai program seperti Otonomi Khusus (Otsus),
Pemekaran, dan kini, Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat
(UP4B).
Melalui program prioritas tersebut segala milyaran rupiahpun sedang
di kucurkan ke tanah Papua. Namun, faktanya tidak ada satupun program
berjalan secara efektif sehingga program tersebut di nyatakan gagal
total.
Papua merupakan dapur dunia yang di hiasi dengan berbagai intan dan
permata serta emas dan uranium maupun nikel dan tembaga. Sehingga,
jangan salah jika Jakarta menggangap Papua bagian dari NKRI atau NKRI
HARGA MATI.
Solusi
Jakarta dan Papua adalah dua kelompok yang berbeda. baik itu dari
sisi ras, kulit maupun rambut. Selain itu, dua pemahaman dialog yang
berbeda pula. Untuk menyelesaikan persoalan Jakarta dan Papua, kedua
belah pihak harus hilangkan kata HARGA MATI. Kata harga mati bagaikan
virus yang bisa memperpanjang proses dialog.
Sebelumnya saya pernah muat di sini