Selasa, 16 April 2013

Dialog Jakarta-Papua dan Harga Mati

Ilustrasi Banner Dialog (Ist)
Dialog di antara Orang Asli Papua dan Negara Kesatuan Republik Indonesia  (NKRI) atau sering di sebut dengan Dialog Jakarta-Papua menjadi buah bibir, baik itu di kalangan kaum aktivitis pro Kemerdekaan Bangsa Papua Barat dan elit-elit politik Indonesia. Kedua belah pihak yang bertikai mempertahankan argumennya masing-masing. Jakarta memilih harus dialog namun NKRI Harga Mati dan dimediasi oleh orang-orang ternama di Indonesia. Sedangkan, Orang Asli Papua (OAP) lebih memilih Dialog dimediasi oleh pihak ketiga yang independent dan Papua Merdeka Harga Mati.

Dalam dialog tesebut timbul dua pilihan persepsi (pemahaman) yang sangat bertentangan  yakni NKRI Harga Mati dan Papua Merdeka Harga Mati. Apabila kedua pemahaman tersebut tidak menemukan solusi yang konkret maka dialog menjadi sebuah wacana yang tak kunjung selesai. Dalam artikel yang tidak sempurna ini, saya mengajak para pembaca untuk lebih jelih memaknai dialog secara komperehensif guna menemukan ujung pangkalnya.

Papua Merdeka Harga Mati 

Rentetan penembakan yang menewaskan warga sipil,  berawal sejak tahun 1963 hingga sekarang menjadi perhatihan khusus dari aktivis pro kemerdekaan bangsa papua barat dan lembaga-lembaga kemanusiaan yang di indonesia maupun di tingkat  internasional. Pelanggaran HAM menjadi perhatikan serius oleh lembaga kemanusiaan tingkat internasional, nasional dan daerah. Segala teguran dari lembaga-lembaga tersebut berhasil di redam oleh petinggi-petinggi di Indonesia.

Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969, pelaksanaannya dibahwa garis tekanan militer indonesia dan penuh traumatis karena PEPERA tersebut di laksanakan dengan todongan senjata. Traumatis dan tekanan aparat militer menjadi sejarah bagi kaum pemerhati kemanusiaan dan para pejuang pro demokrasi untuk mengungkap segala tindakan kebrutalan di atas tanah Papua.

Berhubung dengan segala dehumanis yang terjadi di atas tanah Papua, kampanye kemerdekaan papua barat semakin mengebuh di belahan bumi. Bukan saja di papua. Keberadahan orang papua di negara-negara luar pun semakin mengoncang untuk mendukung Papua Merdeka.

Pada dasarnya, Orang Asli Papua (OAP) mengangap sebuah persoalan yang terjadi di bumi cenderawasih belum pernah di tuntaskan. Sehingga, jangan salah apabila Orang Papua bicara PAPUA MERDEKA adalah HARGA MATI.

NKRI Harga Mati

Pandangan NKRI menganggap bahwa PEPERA 1969 telah sah dan final. Sehingga, anggapan dari jakarta bahwa, tak seorangpun boleh membuka akar persolan Papua yang kerap terjadi pada tahun 60-an. Selain itu, para petinggi di jakarta meredam berbagai kasus pelanggaran HAM dengan program-program yang menyesatkan rakyat Papua namun nihil implementasinya. Persoalan yang marak di ujung Timur Indonesia, menurut pandangan NKRI adalah sebuah masalah konstruktif. Sehingga, pemerintah Indonesia membuat berbagai program seperti Otonomi Khusus (Otsus), Pemekaran, dan kini, Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B).

Melalui program prioritas tersebut segala milyaran rupiahpun sedang di kucurkan ke tanah Papua. Namun, faktanya tidak ada satupun program berjalan secara efektif sehingga program tersebut di nyatakan gagal total.

Papua merupakan dapur dunia yang di hiasi dengan berbagai intan dan permata serta emas dan uranium maupun nikel dan tembaga. Sehingga, jangan salah jika Jakarta menggangap Papua bagian dari NKRI atau NKRI HARGA MATI.

Solusi

Jakarta dan Papua adalah dua kelompok yang berbeda. baik itu dari sisi ras, kulit maupun rambut. Selain itu, dua pemahaman dialog yang berbeda pula. Untuk menyelesaikan persoalan Jakarta dan Papua, kedua belah pihak harus hilangkan kata HARGA MATI. Kata harga mati bagaikan virus yang  bisa memperpanjang proses dialog.

Sebelumnya saya pernah muat di sini
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan komentar